SlideShow

Selasa, 12 Juni 2012

Hukum Isra' mi'raj



Bulan Rajab merupakan salah satu diantara ‘Asyhur Haram, (bulan Haram). Sebagian Ulama memandang sebab penamaan tersebut adalah karena kemuliaan bulan-bulan tersebut dan besarnya pahala atau dosa bagi yang melakukan kebaikan atau kemungkaran padanya.
Namun demikian tidak ada dalil yang shahih menunjukkan disyariatkan mengkhususkan bulan Rajab dengan ibadah-ibadah tertentu baik itu shalat, puasa, sedekah, shalawat dan lain-lain. Hal ini telah dijelaskan oleh
para ulama kita diantaranya Imam Ibnu Rajab dalam kitab beliau “ Lathoif Al Maarif” Kalau kita memperhatikan keadaan ummat di zaman ini maka kita dapatkan banyak sekali model ibadah dan kegiatan yang dilaksanakan dalam bulan Rajab ini, salah satu diantaranya adalah perayaan atau peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad . Bagaimana sebenarnya hukum mengadakan kegiatan-kegiatan tersebut? Berikut ini kami kutipkan fatwa dari seorang ulama kita diabad ini yaitu Samahatus Syaikh Abd. Aziz bin Abd Bin Bazz –rahimahullahu-.

Segala Puji bagi Allah Azza wa Jalla?dan Shalawat serta salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga beliau dan para sahabatnya. Amma Ba’du.
Tidak diragukan lagi bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang agung sebagai bukti kebenaran Rasulul-Nya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ?dan agungnya kedudukan beliau disisi Allah Azza wa Jalla. Disamping itu peristiwa ini merupakan salah satu tanda qudrah Allah yang begitu besar dan ketinggian Allah atas sekalian makhluk-Nya.
Allah berfirman :

سبْحانَ الَّذِى أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَا الَّذِى باَرَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَتِنَا إِنَّهُ,هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
"Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram kemasjidil Aqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pendengar lagi Maha Melihat” (QS. Al Isra’:1)

Dan telah diriwayatkan secara mutawatir dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau dinaikkan kelangit dan dibukakan bagi beliau pintu-pintunya hingga melewati langit yang ketujuh, lalu Allah Azza wa Jalla mengajaknya berbicara sesuai dengan yang Dia kehendaki. Lalu Allah mewajibkan kepadanya shalat 5X sehari semalam yang pada mulanya Allah mewajibkan 50X lkemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa kembali untuk meminta keringanan hingga Allah menjadikannya 5 X namum pahalanya tetap 50 karena satu kebaikan diganjar dengan 10 X lipat. Maka segala puji dan syukur bagi Allah atas segala nikmat-Nya.

Tidak ada hadits-hadits yang shahih yang menentukan kapan sebenarnya terjadi malam Isra’ dan Mi’raj apakah dia dibulan Rajab atau selainnya. Dan setiap hadits yang menentukan waktu terjadinya malam tersebut adalah hadits lemah menurut para ulama hadits. Dan dilupakannya manusia akan waktu terjadinya merupakan hikmah besar yang dikehendaki oleh Allah Azza wa Jalla. Bahkan sekiranya ada dalil yang shahih yang menentukan kapan terjadinya Isra’ Mi’raj maka tidak boleh bagi kaum muslimin mengkhususkannya dengan ibadah-ibadah tertentu dan tidak boleh pula merakannya karena Nabi dan para sahabatnya tidak pernah merayakannya dan tidak pula mengkhususkan malam tersebut dengan sesuatu kegiatan.
Seandainya perayaan tersebut disyariatkan tentu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menjelaskannya kepada ummatnya, baik dengan perkataan ataupun dengan perbuatan dan seandainya hal itu pernah dilakukan tentu para shahabat akan menukilkan kepada kita karena mereka telah menukil dari Nabi mereka segala sesuatu yang dibutuhkan oleh ummat ini dan mereka tidak pernah lalai menyampaikan sesuatu yang berhubungan dengan Ad Dien bahkan mereka orang-orang yang bersegara kepada setiap kebaikan, maka seandainya memperingati malam tersebut disyariatkan tentu mereka orang yang paling pertama melakukannya. Hudzaifah berkata
“Setiap ibadah yang tidak dilakukan oleh para sahabat Rasulullah maka jangan kamu beribadah dengannya”
Said bin Jubair juga telah mengatakan :
“Apa yang tidak dikenal oleh ahli Badar bukanlah bagian dari Ad Dien”

Dan Nabi juga orang yang paling banyak bernasehat kepada manusia dan menyampaikan seluruh risalah ini serta telah menunaikan amanah. Maka seandainya mengagungkan dan merayakan malam tersebut merupakan bagian dari Ad dien tentu Nabi telah menyampaikannya dan tidak akan menyembunyikannya. Karena ketika hal itu tidak beliau sampaikan maka diketahuilah bahwa merayakannya dan mengagungkannya bukanlah bagian dari Islam sedikitpun dan Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan bagi ummat ini dien mereka serta mencukupkan nikmat-Nya atas mereka dan Dia mengingkari siapa saja yang membuat syariat yang tidak diizinkan-Nya.

Allah Azza wa Jalla berfirman di kitab-Nya yang nyata di surah Al Maidah ayat 3 :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا . المائدة : 3
“Pada hari ini telah Kusempurnakan agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamuni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhaiislam itu jadi agama bagimu”
Dan di surah As Syuuro:21 :

أمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوْالَهُمْ مِّنَ الِّدِيْنِ مَالَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْ لاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِىَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِيْنَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ . الشورى : 21
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkanuntuk mereka agama yang tidak di idzinkan Allah ? sekiranya tidak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang dzolim itu akan memperoleh adzab yang pedih”.

Dan dalam hadits-hadist yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam banyak memperingatkan akan bahaya bid’ah dan beliau menegaskan bahwa bid’ah itu sesat sebagai peringatan terhadap ummat akan besarnya bahaya bid’ah agar mereka menjauhinya.
Diantara hadis-hadist tersebut apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beliau bersabda :
Dan pada riwayat Muslim :<
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. رواه البخارى و مسلم
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak kami perintahkan maka amalan itu tertolak”
Dalam Shahih Muslim dari Jabir berkata : Bahwasanya Rasulullah mengatakan pada khutbah jum’at beliau :
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ . رواه مسلم
“Adapun sesudah itu (amma ba’du ) mak sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, sejelek-jelek urusan adalah perkara-perkara yang baru dan setiap bid’ah adalah sesat”.
Imam Nasaai manambahkan dengan sanad yang baik :

وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِيْ النَّارِ. رواه النسائ
“Dan setiap kesesatan tempatnya dineraka”.

Dan diriwayatkan oleh habus Sunan dari Al Irbadh Bin Sariyah bahwasanya Rasulullah menasehati mereka dengan nasehat yang sangat besar hingga membuat hati-hati mereka bergetar dan mata-mata mereka mencucurkan air mata. Maka kami berkata : Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat dari orang yang hendak pergi meninggalkan kami maka wasiatkanlah kami , Beliau bersabda :
“Aku berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa keapada Allah mendengar dan ta’at walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak karena sesungguhnya siapa diantara kalian yang hidup sesudahku maka dia akan melihat ikhtilaf (perselisihan) yang banyak, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para khulafa Rasyidin yang diberi petunjuk sesudahku, komitmenlah padanya, gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian dan jauhilah perkara-perkara yang baru karena sesungguhnya setiap yang baru adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat”.

Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang semakna dengan hadist ini. Demikian pula para sahabat Rasulullah serta ulama salaf sesudah mereka senantiasa memeperingatkan dan mengancam akan bahaya bid’ah diantaranya apa yang dikatakan sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud “ikutilah (sunnah) dan janganlah berbuat bi’dah karena sudah dicukupkan bagi kalian hendaknya kalian berpegang teguh dengan urusan yang lama”.

Hal ini karena bid’ah adalah tambahan pada Ad Dien ini yang tidak dibenarkan serta merupakan tasyabbuh (meniru-niru) musuh-musuh Allah Azza wa Jalla dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang menambah-nambah agama mereka. (Perayaan isra’mi’raj ini merupakan tasyabbuh dengan kaum Nasrani yang merayakan peristiwa kenaikan Isa Al Masih menurut persi mereka –pent). Dan mengadakan tambahan dalam Ad Dien (bid’ah) merupakan tuduhan bahwa agama Islam masih kurang dan belum sempurna, tentu saja hal ini adalah kerusakan dan kemungkaran yang sangat besar serta bertentangan dengan firman Allah :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ . المائدة:3
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian “

Dan sangat kontradiksi dengan sabda-sabda Rasulullah yang memperingatkan akan bahawa bid’ah dan perintah untuk menjauhinya. Kami berharap apa yang telah kami sebutkan dari dalil-dalil sudah cukup dan memuaskan bagi para pencari kebenaran dalam mengingkari bid’ah ini yaitu bid’ah memperingati malam Isra’Mi’raj dan memberikan peringatan terhadapnya.

Dan tatkala Allah Azza wa Jalla mewajibkan menasehati kaum muslimin dan menjelaskan apa yang Allah syariatkan kepada mereka dari Ad Dien serta haramnya menyembunyikan ilmu maka saya melihat perlunya memperingatkan saudara-saudaraku kaum muslimin akan bid’ah yang sudah begitu tersebar dibanyak negeri hingga sebagian manusia menganggapnya bagian dari Ad Dien. Dan kita memohon kepada Allah untuk memperbaiki keadaan seluruh kaum muslimin dan memberikan kepada mereka pemahaman akan Ad Dien serta memberikan taufiq kepada kita agar dapat berpegang teguh kepada kebenaran dan senantiasa istiqomah, serta meninggalkan apa saja yang bertentangan dengan kebenaran.

Shalawat dan salam serta keberkahan semoga dicurahkan kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya nabi kita Muhammad, para keluaraga dan shahabat-shahabatnya.
-Abu Abdillah-
Maraji’ : At Tahdzir Min Al Bida’, Al ‘Allamah Abdul Aziz bin Baz –rahimahullahu-
(Al Fikrah Tahun 1 Edisi 12)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar